Senin, 02 Oktober 2017

 Sejarah Asal Mula Batu Bangkai di Dusun Peninjau


Dusun Peninjau merupakan satu dari beberapa

dusun (desa) dalam wilayah Kecamatan Bathin II Pelayang Kabupaten Bungo. Ada cerita menarik yang terjadi di dusun tersebut. Yaitu keberadaan batu unik yang disebut warga setempat sebagai Batu Bangkai. Batu tersebut terletak dipinggir aliran Sungai Batang Tebo. Konon Batu Bangkai merupakan cerita masa lampau tentang kisah seorang ibu dan anak. Asal mulanya hidup lah seorang ibu dan anak yang berasal dari Dusun Renah Bedaro pada abad ke – 6. Ibunya bernama Sri Melamun, dan anaknya bernama Mamang Kajunang. Dikisahkan, setelah berusia kurang lebih 11 tahun, sang anak Mamang Kajunang ingin pergi merantau. Namun sang ibu melarang Mamang Kajunang untu pergi. Tetapi niat keras si anak tak bisa dihalang. Maka dilepaskanlah dengan baik oleh orang tuanya dengan dibekali sebungkus nasi. Mamang Kajunang merantau ke daerah Jambi. Hari berganti mingggu, minggu pun berganti bulan dam bulan pun berganti tahun, Mamang Kajunang tumbuh dewasa. Ia kemudian menjadi orang yang sukses dan menjadi saudagar besar yang kemudian menikah dengan seorang wanita yang bernama Ancang Sri Gadung, anak Raja dari Negeri Jambi. Lama merantau, Mamang Kajunang belum pernah pulang ke kampung halaman. Sehinngga ibunya yang tua renta dan mulai membungkuk terasa amat rindu kepada si anak. Karena kerinduan yang mendalam, si ibu yang tua renta itu akhirnya pergi menelusuri hilir sungai Batang Tebo berharap bisa bertemu Mamang Kajunang. Lama berjalan, akhirnya si ibu bertemu derngan seorang laki-laki yang pulang dari perantauan. Ibu itu bertanya. “Adakah Fulan (panggilan kepada laki-laki) bertemu dengan anak saya? ,” Tanya si ibu kepada laki-laki tersebut. Laki-laki itu pub balik bertanya, “Siapakah gerangan nama anak mu?. “Anak saya bernama Mamang Kajunang ,” jawab si ibu. Lalu lelaki itupun berkata, “Anak mu sekarang sudah menjadi saudagar yang kaya raya di negeri Jambi dan diapun sudah berkemas memasukkan alat dan barang ke dalam perahu besar (perahu besar disebut Ijung).” Dengan perasaan amat senang si ibu rela menunggu Mamang Kajunang anak yang dinanti. Selang tiga bulan kemudian datanglah Ijung yang membawa Mamang Kajunang beserta anak buahnya. Dengan iringan alat music bernama Gung Kelintang sampailah Ijung di kepala rantau yaitu “Rantau Nan Batuah Lubuk Nan Sakti” bernama Lubuk Topok. Suara Gung Kalintang yang dimainkan anak buah Mamang Kajunang terdengar oleh ibunya. Tak berapa lama terlihatlah oleh ibu rombongan Mamang Kajunang, yang sedang menuju ke hulu sungai Batang Tebo. Lalu ibunya pun bertanya, “Wahai para pengawal, manakah anak ku yang bernama Mamang Kajunang?.” Lalu Mamang Kajunang yang saat itu berada di antara pengawal langsung berdiri dan menjawab “Hai orang tua siapa engkau dan apa keperluan mu?” Ibunya pun berkata “Aku adalah ibu mu.” Namun sayang Mamang Kajunang tidak mau mengakui ibunya itu. Dengan nada meninggi ia berkata “Engkau bukanlah ibuku, wajah ibu ku tak seperti dirimu. Sedangkan engkau adalah orang tua yang sudah membungkuk.” Terjadilah perdebatan diantara keduanya, ibunya pun berkata lagi “Aku menjadi begini karena saking rindunya pada dirimu.” Dan ibunya pun memegang pinggiran Ijung tersebut, namun dipukuli oleh Mamang Kajunang tangan ibunya tersebut. Istrinya yang juga ikut pergi bersama meminta agar Mamang Kajunang mengakui ibunya. “Wahai suamiku, akuilah bahwa orang ini adalah ibu mu, mungkin lamo dak basuo wajahlah berubah, lamo dak bajumpo umur pun lah betambah,” tutur Istrinya. Mamang Kajunang masih tidak mau mengakui orang tua itu sebagai ibunya. Lalu ibunya pun mengangkat kedua tangan seraya berdoa. “Wahai Sang Penguasa langit dan bumi, jika benar keajaiban Mu itu ada, maka tunjukkanlah kepada anakku ini bahwa aku ini adalah ibunya. Dan jika dia bukanlah anak ku maka berikanlah keselamatan kepada nya supaya dia sampai kepada tujuan yang dia maksud,” pinta ibunya. Dan ketika itu juga datanglah angin kencang, sehingga air sungai pun bergelombang dengan dahsyatnya dan membantingkan Ijung Mamang Kajunang. Tenggelamlah Ijung tersebut kedasar sungai. Seketika Mamang Kajunang pun jatuh pingsan dengan istrinya dan dibawa oleh pengawal ke pinggir sungai Batang Tebo dan pada saat itu juga Mamang Kajunang berubah menjadi batu. Demikianlah cerita awal mula Batu Bangkai yang berada di Dusun Peninjau. Tempat tenggelamnya Ijung Mamang Kajunang diberi nama Lubuk Ancang, yang diambli dari nama istri Mamang Kajunang, Ancang Sri Ganding. Sejarah Batu Bangkai ini hampir sama dengan sejarah batu Malin Kundang yang berada di Sumatera Barat. Adapun hikmah yang dapat kita ambil dari cerita diatas adalah bahwa yang hidup ini pasti akan mati dan menghadap kepada Sang Pencipta. Segala apapun yang kita perbuat dimuka bumi ini pasti akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT. Batu Bangkai ini tidaklah begitu unik, tetapi kita harus mengambil hikmah dari cerita ini, sebagai anak yang taat harus menyayangi dan menghormati kedua orang tua agar selamat hidup dunia dan akhirat. Penulis: Karnaini, Tokoh Masyarakat Dusun Peninjau Kecamatan Bathin II Pelayang Kabupaten Bungo.

1 komentar: